Perceraian atau Talak dalam Islam
Dalam
syariah cerai atau talak adalah melepaskan ikatan perkawinan (Arab, اسم لحل قيد
النكاح) atau putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri dalam waktu
tertentu atau selamanya.
DALIL DASAR HUKUM PERCERAIAN
TALAK
- QS Al-Baqarah
2:229
Artinya : Talak
(yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang
ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil
kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau
keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu
khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum
Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh
isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah
orang-orang yang zalim.
- QS At-Talaq
65:1-7
Artinya : Hai Nabi,
apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka
pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu
iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan
mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali
mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan
barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah
berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah
mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. (ayat 1)
Apabila
mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau
lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang
adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah.
Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan
hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan
baginya jalan keluar. (ayat 2)
Dan
memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya
Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (ayat 3)
Dan
perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa
iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang
tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah
sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada
Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (ayat 4)
Itulah
perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu, dan barangsiapa yang bertakwa
kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan
melipat gandakan pahala baginya. (ayat 5)
Tempatkanlah
mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan
janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika
mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah
kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan
(anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan
musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu
menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.
(ayat 6)
Hendaklah
orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang
disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa
yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah
kesempitan. (ayat 7)
HUKUM CERAI/TALAK
Hukum
talak/perceraian itu beragam : bisa wajib, sunnah, makruh, haram, mubah.
Rinciannya sbb :
TALAK ITU WAJIB
APABILA :
a) Jika suami
isteri tidak dapat didamaikan lagi.
b) Dua orang wakil
dari pada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat untuk perdamaian
rumah tangga mereka.
c) Apabila pihak
pengadilan berpendapat bahawa talak adalah lebih baik Jika tidak diceraikan
dalam keadaan demikian, maka berdosalah suami.
PERCERAIAN ITU
HARAM APABILA :
a) Menceraikan
isteri ketika sedang haid atau nifas.
b) Ketika keadaan
suci yang telah disetubuhi.
c) Ketika suami
sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada menuntut harta
pusakanya.
d) Menceraikan
isterinya dengan talak tiga sekaligus atau talak satu tetapi disebut berulang
kali sehingga cukup tiga kali atau lebih.
PERCERAIAN ITU
HUKUMNYA SUNNAH APABILA :
a) Suami tidak
mampu menanggung nafkah isterinya.
b) Isterinya tidak
menjaga martabat dirinya.
CERAI HUKUMNYA
MAKRUH APABILA :
Suami menjatuhkan
talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan mempunyai pengetahuan
agama.
CERAI HUKUMNYA
MUBAH APABILA
Suami lemah
keinginan nafsunya atau isterinya belum datang haid atau telah putus haidnya.
RUKUN PERCERAIAN/
TALAK
Ada 2 faktor dalam
perceraian yaitu suami dan istri. Masing-masing ada syarat sahnya perceraian.
1. Rukun Talak bagi
Suami
- Berakal sehat
- Baligh
- Dengan kemauan
sendiri
2. Rukun Talak bagi
Isteri
- Akad nikah sah
- Belum diceraikan dengan
talak tiga oleh suaminya
Lafadz/teks talak :
- Ucapan yang jelas
menyatakan penceraiannya
- Dengan sengaja
dan bukan paksaaan
JENIS PERCERAIAN
ADA 2 (DUA)
Ditinjau dari
pelaku perceraian, maka perceraian itu ada dua macam yaitu :
(a) cerai talak
oleh suami kepada istri.
(b) gugat cerai
oleh istri kepada suami.
A. CERAI TALAK OLEH SUAMI
Yaitu
perceraian yang dilakukan oleh suami kepada istri. Ini adalah perceraian/talak
yang paling umum. Status perceraian tipe ini terjadi tanpa harus menunggu
keputusan pengadilan. Begitu suami mengatakan kata-kata talak pada istrinya,
maka talak itu sudah jatuh dan terjadi. Keputusan Pengadilan Agama hanyalah
formalitas.
Talak atau gugat
cerai yang dilakukan oleh suami terdiri dari 5 (empat) macam sbb :
1.
Talak raj’i
Yaitu
perceraian di mana suami mengucapkan (melafazkan) talak satu atau talak dua
kepada isterinya. Suami boleh rujuk kembali ke isterinya ketika masih dalam
iddah. Jika waktu iddah telah habis, maka suami tidak dibenarkan merujuk melainkan
dengan akad nikah baru.
2.
Talak bain
Yaitu
perceraian di mana suami mengucapkan talak tiga atau melafazkan talak yang
ketiga kepada isterinya. Isterinya tidak boleh dirujuk kembali. Si suami hanya
boleh merujuk setelah isterinya menikah dengan lelaki lain, suami barunya
menyetubuhinya, setelah diceraikan suami barunya dan telah habis iddah dengan
suami barunya.
3.
Talak sunni
Yaitu
perceraian di mana suami mengucapkan cerai talak kepada isterinya yang masih
suci dan belum disetubuhinya ketika dalam keadaan suci.
4.
Talak bid’i
Suami
mengucapkan talak kepada isterinya ketika dalam keadaan haid atau ketikasuci
tapi sudah disetubuhi (berhubungan intim).
5.
Talak taklik
Talak
taklik ialah suami menceraikan isterinya secara bersyarat dengan sesuatu sebab
atau syarat. Apabila syarat atau sebab itu dilakukan atau berlaku, maka terjadilah
penceraian atau talak.
TAKLIK TALAK
Taklik talak atau
talak taklik dibagi ke dalam dua macam, yaitu taklik qasami dan taklik syarthi.
TAKLIK TALAK ADA 2
MACAM
1.
Taklik qasami
Taklik
qasami adalah taklik yang dimaksudkan seperti janji karena mengandung
pengertian melakukan pekerjaan atau meninggalkan suatu perbuatan atau
menguatkan suatu kabar.
2.
Taklik Syarthi
Taklik
Syarthi yaitu taklik yang dimaksudkan untuk menjatuhkan talak jika telah
terpenuhi syaratnya. Syarat sah taklik yang dimaksud tersebut ialah perkaranya
belum ada, tetapi mungkin terjadi di kemudian hari, hendaknya istri ketika
lahirnya akad talak dapat dijatuhi talak dan ketika terjadinya perkara yang
ditaklikkan istri berada dalam pemeliharaan suami.
ISI SIGHAT TAKLIK
TALAK
Bunyi
redaksi atau sighat taklik taklak yang diucapkan pengantin pria setelah ijab
kabul di KUA dan termuat dalam buku Akta Nikah adalah sbb :
SIGHAT TAKLIK TALAK
Sesudah
akad nikah saya (nama_mempelai_pria) bin (nama_ayah_mempelai_pria) berjanji
dengan sepenuh hati, bahwa saya akan menepati kewajiban saya sebagai seorang
suami, dan akan saya pergauli istri saya bernama (nama_mempelai_wanita) binti
(nama_ayah_mempelai wanita) dengan baik (mu'asyarah bilma'ruf) manurut ajaran
syari'at islam.
Selanjutnya saya
membaca sighat taklik atas istri saya sebagai berikut :
Sewaktu-waktu saya
:
1. Meninggalkan
istri saya dua tahun berturut-turut.
2. Atau saya tidak
memberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya.
3. Atau saya menyakiti
badan/jasmani istri saya.
4. Atau saya
membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya enam bulan lamanya.
Kemudian
istri saya tidak ridha dan mengadukan halnya kepada pengadilan agama dan
pengaduannya dibenarkan serta diterima oleh pengadilan tersebut, sebagai iwadh
(pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya.
Kepada
Pengadilan tersebut saya kuasakan untuk menerima uang iwadh itu dan kemudian
menyerahkan kepada Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Cq.
Direktorat Urusan Agama Islam untuk keperluan ibadah sosial.
HUKUM UCAPAN TAKLIK
TALAK
Mengucapkan
talklik talak oleh pengantin pria sesaat setelah ijab kabul hukumnya tidak
wajib. Boleh dilakukan dan boleh ditinggalkan. Berdasarkan pada :
(a) Fatwa MUI pada
23 Rabi'ul Akhir 1417 H / 7 September 1996 yang menyatakan bahwa :
Pengucapan
sighat ta'liq talaq, yang menurut sejarahnya untuk melindungi hak-hak wanita (
isteri ) yang ketika itu belum ada peraturan perundang-undangan tentang hal
tersebut, sekarang ini pengucapan sighat ta'liq talaq tidak diperlukan lagi.
Untuk pembinaan ke arah pembentukan keluarga bahagia sudah di bentuk BP.4 dari tingkat
pusat sampai dengan tingkat kecamatan.
(b) KHI Kompilasi
Hukum Islam pasal 46 ayat (3)
Perjanjian
taklik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada setiap perkawinan,
akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut
kembali.
B. GUGAT CERAI OLEH ISTRI
Yaitu
perceraian yang dilakukan oleh istri kepada suami. Cerai model ini dilakukan
dengan cara mengajukan permintaan perceraian kepada Pengadilan Agama. Dan
perceraian tidak dapat terjadi sebelum Pengadilan Agama memutuskan secara
resmi.
Ada dua istilah
yang dipergunakan pada kasus gugat cerai oleh istri, yaitu fasakh dan khulu’ :
1. Fasakh
Fasakh
adalah pengajuan cerai oleh istri tanpa adanya kompensasi yang diberikan istri
kepada suami, dalam kondisi di mana :
- Suami tidak
memberikan nafkah lahir dan batin selama enam bulan berturut-turut.
- Suami
meninggalkan istrinya selama empat tahun berturut-turut tanpa ada kabar berita
(meskipun terdapat kontroversi tentang batas waktunya).
- Suami tidak
melunasi mahar (mas kawin) yang telah disebutkan dalam akad nikah, baik
sebagian ataupun seluruhnya (sebelum terjadinya hubungan suamii istri).
- Adanya perlakuan
buruk oleh suami seperti penganiayaan, penghinaan, dan tindakan-tindakan lain
yang membahayakan keselamatan dan keamanan istri.
Jika
gugatan tersebut dikabulkan oleh Hakim berdasarkan bukti-bukti dari pihak
istri, maka Hakim berhak memutuskan (tafriq) hubungan perkawinan antara
keduanya.
2. Khulu’
Khulu’
adalah kesepakatan penceraian antara suami istri atas permintaan istri dengan
imbalan sejumlah uang (harta) yang diserahkan kepada suami. Khulu' disebut
dalam QS Al-Baqarah 2:229.
APA ITU TALAK BA'IN
SHUGHRA
Efek
Hukum dari gugat cerai oleh istri baik Fasakh maupun Khulu’ adalah talak ba'in
shughra (talak ba'in kecil).
Efek
hukum yang ditimbulkan oleh fasakh dan khulu’ adalah talak ba'in sughra, yaitu
hilangnya hak rujuk pada suami selama masa ‘iddah. Artinya, apabila lelaki
tersebut ingin kembali kepada mantan istrinya maka ia diharuskan melamar dan
menikah kembali dengan perempuan tersebut. Sementara itu, istri wajib menunggu
sampai masa ‘iddahnya berakhir apabila ingin menikah dengan laki-laki yang
lain.
IDDAH MASA TUNGGU
Iddah
adalah masa tunggu bagi istri yang dicerai talak oleh suami atau karena gugat
cerai oleh istri. Dalam masa iddah, seorang perempuan yang dicerai tidak boleh
menikah dengan dengan siapapun sampai masa iddahnya habis atau selesai. Bagi
istri yang ditalak raj'i (talak satu atau talak dua) maka suami boleh kembali
ke istri (rujuk) selama masa iddah tanpa harus ada akad nikah baru. Sedangkan
apabila suami ingin rujuk setelah masa iddah habis, maka harus ada akad nikah
yang baru.
Rincian masa iddah
sbb :
1. Perempuan yang
ditinggal mati suaminya, maka iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari, baik
sang isteri sudah dicampuri (hubungan intim) atau belum (QS Al-Baqarah 2:234).
2. Istri yang
dicerai saat sedang hamil, maka masa iddahnya sampai melahirkan (QS At-Talaq
65:4).
3. Istri yang
ditalak tidak dalam keadaan hamil dan masih haid secara normal, maka masa
iddahnya tiga kali haid yang sempurna(QS Al-Baqarah 2:228).
4. Jika wanita yang
dijatuhi talak itu masih kecil, belum mengeluarkan darah haid atau sudah lanjut
usia yang sudah manopause (berhenti masa haid), maka iddahnya adalah tiga bulan
(At-Thalaq 65:4).
5. Wanita yang
pernikahannya fasakh/dibatalkan dengan cara khulu’ atau selainnya, maka cukup
baginya menahan diri selama satu kali haid.
6. Wanita yang
dicerai-talak sebelum ada hubungan intim, maka tidak ada masa iddah.
BEDA TALAK RAJ'I,
TALAK BA'IN SUGHRA, TALAK 3 (TIGA) BA'IN KUBRO
Dari
seluruh uraian seputar talak/perceraian di atas dapat disimpulkan bahwa talak
ada 3 macam yaitu talak raj'i, talak ba'in sughra (kecil) dan talak ba'in kubra
atau talak 3 (tiga). Perbedaan ketiganya adalah sbb :
1.
Talak Raj'i (Rujuk)
Adalah
cerai talak oleh suami dengan level talak 1 (satu) dan talak 2 (dua). Dengan
status talak raj'i, maka suami boleh rujuk atau kembali pada istri yang
dicerainya selama masa iddah tanpa harus akad nikah baru. Namun apabila
keinginan rujuk tersebut setelah masa iddah habis, maka harus diadakan akad
nikah baru.
2.
Talak Ba'in Sughra
(Kecil)
Talak
Ba'in Sughra adalah perceraian yang disebabkan oleh gugat cerai oleh istri baik
dengan cara fasakh atau khuluk. Dalam kondisi ini, maka harus :
(a)
suami tidak boleh rujuk pada istri selama masa iddah.
(b)
suami boleh kembali ke istri setelah masa iddah habis dengan akad nikah yang
baru.
3.
Talak 3 (Tiga) atau
Talak Ba'in Kubro
Talak
3 (Tiga) atau Talak Ba'in saja adalah perceraian di mana suami sama sekali
tidak boleh rujuk atau kembali pada istrinya walaupun masa iddah sudah habis
kecuali setelah istri menikah dengan laki-laki lain dan beberapa saat
(bulan/tahun) kemudian pria kedua tersebut menceraikannya.
PROSEDUR PERCERAIAN
DI PENGADILAN AGAMA
Ada
beberapa tahapan dalam melakukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama baik
menyangkut cerai talak oleh suami atau cerai gugat oleh istri sbb :
PROSES CERAI TALAK
OLEH SUAMI DI PENGADILAN AGAMA
Langkah-langkah
yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau Kuasanya :
1. a. Mengajukan
permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama / Mahkamah
Syari’ah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 66 UU No. 7 Tahun 1989).
b. Pemohon dianjurkan untuk
meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syari’ah tentang tata cara
membuat surat permohonan (Pasal 119 HIR, 143 R.Bg jo. Pasal 58 UU No. 7 Tahun
1989).
c. Surat permohonan dapat
dirubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika Termohon telah
menjawab surat permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus
atas persetujuan Termohon.
2. Permohonan
tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah :
a. Yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman Termohon (Pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989).
b. Bila Termohon meninggalkan
tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka
permohonan harus diajukan kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syariah yang
daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (2) UU No. 7
Tahun 1989).
c. Bila Termohon berkediaman di
luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama / Mahkamah
Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat
(3) UU No. 7 Tahun 1989).
d. Bila Pemohon dan Termohon
bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan
Agama / Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya
perkawinan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 66 ayat (4) UU No.
7 Tahun 1989).
3. Permohonan
tersebut memuat :
a. Nama, umur, pekerjaan, agama
dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon.
b. Posita (fakta kejadian dan
fakta hukum).
c. Petitum (hal-hal yang
dituntut berdasarkan posita).
4. Permohonan soal penguasan
anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama
dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan (Pasal 66 ayat
(5) UU No. 7 Tahun 1989).
5. Membayar biaya perkara
(Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. Jo Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989),
bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal 237
HIR, 273 R.Bg).
6. Penggugat dan Tergugat atau
kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan panggilan Pengadilan Agama/Mahkamah
Syari’ah (Pasal 121, 124, dan 125 HIR, 145 R.Bg).
Proses Penyelesaian Perkara
1. Pemohon
mendaftarkan permohonan cerai talak ke Pengadilan Agama / Mahkamah Syariah.
2. Pemohon dan Termohon
dipanggil oleh Pengadilan Agama / Mahkamah Syari’ah untuk menghadiri
persidangan.
3. Tahapan
persidangan :
a. Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha
mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara pribadi
(Pasal 82 UU No. 7 Tahun 1989);
b. Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan
kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi (Pasal 3 ayat (1)
PERMA No. 2 Tahun 2003);
c. Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan
perkara dilanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban, jawab
menjawab, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum
pembuktian) Termohon dapat mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik) (Pasal
132 a HIR, 158 R.Bg);
Putusan Pengadilan
Agama/Mahkamah Syariah atas permohonan cerai talak sebagai berikut :
a. Permohonan dikabulkan. Apabila Termohon tidak
puas dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syarhah tersebut.
b. Permohonan ditolak. Pemohon dapat mengajukan
banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah tersebut.
c. Permohonan tidak diterima. Pemohon dapat
mengajukan permohonan baru.
4. Apabila
permohonan dikabulkan dan putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka :
a. Pengadilan Agama / Mahkamah Syari’ah menentukan
hari sidang penyaksian ikrar talak;
b. Pengadilan Agama / Mahkamah Syari’ah memanggil
Pemohon dan Termohon untuk melaksanakan ikrar talak.
c. Jika dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak
ditetapkan sidang penyaksian ikrar talak, suami atau kuasanya tidak
melaksanakan ikrar talak didepan sidang, maka gugurlah kekuatan hukum penetapan
tersebut dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan hukum yang
sama (Pasal 70 ayat (6) UU No. 7 Tahun 1989).
5. Setelah ikrar
talak diucapkan panitera berkewajiban memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti
kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah penetapan
ikrar talak (Pasal 84 ayat (4) UU No. 7 Tahun 1989).
PROSES GUGAT CERAI
OLEH ISTRI DI PENGADILAN AGAMA
Langkah-langkah
yang harus dilakukan Penggugat (Istri) atau kuasanya :
1. a. Mengajukan gugatan secara
tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syari’ah (Pasal 118 HIR,
142 R.Bg jo Pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989).
b. Penggugat dianjurkan untuk
meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iah tentang tata cara
membuat surat gugatan (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo. Pasal 58 UU No. 7 Tahun
1989).
c. Surat gugatan dapat dirubah
sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika Tergugat telah menjawab surat
gugatan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan
Tergugat.
2. a. Gugatan
tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syari’ah.
b. Bila Penggugat meninggalkan
tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Tergugat, maka gugatan
diajukan kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syari’ah yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 jo
Pasal 32 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974).
c. Bila Penggugat bertempat
kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama /
Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat
(Pasal 73 ayat (2) UU No.7 Tahun 1989).
d. Bila Penggugat dan Tergugat
bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan
Agama / Mahkamah Syari’aah yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan
dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 ayat (3) UU
No.7 Tahun 1989).
3. Permohonan
tersebut memuat :
a.
Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon.
b.
Posita (fakta kejadian dan fakta hukum).
c.
Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).
4. Gugatan soal
penguasan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan
bersama-sama dengan gugatan perceraian atau sesudah putusan perceraian
memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 86 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989).
5. Membayar biaya
perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. Jo Pasal 89 UU No. 7 Tahun
1989), bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal
237 HIR, 273 R.Bg).
6. Penggugat dan
Tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan panggilan Pengadilan
Agama / Mahkamah Syari’ah (Pasal 121, 124, dan 125 HIR, 145 R.Bg).
Proses Penyelesaian Perkara
1. Penggugat
mendaftarkan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama / Mahkamah Syari’ah.
2. Penggugat dan
Tergugat dipanggil oleh Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iah untuk menghadiri
persidangan.
3. Tahapan
persidangan :
a. Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha
mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara pribadi
(Pasal 82 UU No. 7 Tahun 1989).
b. Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan
kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi (Pasal 3 ayat (1)
PERMA No. 2 Tahun 2003).
c. Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan
perkara dilanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban, jawab
menjawab, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum
pembuktian) Termohon dapat mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik) (Pasal
132 a HIR, 158 R.Bg).
Putusan Pengadilan
Agama / Mahkamah Syar’iyah atas permohonan cerai gugat sebagai berikut :
a. Gugatan dikabulkan. Apabila Tergugat tidak puas
dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iah tersebut.
b. Gugatan ditolak. Penggugat dapat mengajukan
banding melalui Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iah tersebut.
c. Gugatan tidak diterima. Penggugat dapat
mengajukan gugatan baru.
4. Setelah putusan
memperoleh kekuatan hukum tetap maka panitera Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iah
memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai kepada kedua belah pihak
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah putusan tersebut diberitahukan kepada
para pihak.
***Diolah dari berbagai sumber.
Comments
Post a Comment