Peranan Hukum dalam Perubahan Masyarakat
Bahwa
perubahan sosial mempengaruhi dan membawa perubahan pada hukum tidaklah
terbantahkan. Karena, bila terjadi perubahan sosial maka kebutuhan masyarakat
juga ikut berubah secara kuantitatif dan kualititatif. Kebutuhan masyarakat
yang menghendaki perubahan serta tambahan baik berupa kaidah hukum-positifnya
maupun lembaga hukumnya.
Menelaah
pengaruh hukum pada perubahan sosial berarti pertanyaan apakah hukum dapat
menggerak-kan dan mengarahkan perubahan sosial. Ringkasnya, dapatkah perubahan
pada hukum menimbulkan atau mengarahkan perubahan sosial.
Soal peranan
ini menimbulkan dua pandangan yang saling berlawanan. Di satu pihak –yang diwakili
oleh Von Savigny (1799-1861) dari Aliran Sejarah/Cultuur historisch school)—terdapat
pandangan yang mengemukakan bahwa bahwa hukum seyogianya mengikuti, jadi tidak
memimpin; dan hal yang seperti itu harus dilakukan secara perlahan-lahan dan
hanya merespons perasaan hukum yang muncul dalam masyarakat yang sudah
terumuskan secara jelas. Hukum itu ‘ditemukan’ dan tidak ‘diciptkan’. Hanya
jika kebiasaan masyarakat, untuk sebagian diartikulasikan oleh para akhli
hukum, sudah berkembang secara penuh, maka legislatif akan mampu dan harus
mengambil tindakan.
Pada pihak
lain, pandangan yang berpendapat bahwa
‘law should be a determined agent in the creation of new norms”. Pandangan
ini dipelopori oleh Jeremy Bentham
(1748-1852) yang berkeyakinan bahwa hukum dapat dikonstruksikan secara rasional
dan dengan demikian mampu berperan dalam mereformasi masyarakat. Aliran ini (dikenal sebagai aliran Sosiological Jurisprudence) kemudian
dikembangkan oleh Roscoe Pound
(1870-1964) dengan konsepsinya, bahwa “hukum –harus juga—berfungsi sebagai
sarana untuk mengadakan perubahan masyarakat” (“law as a tool of social engineering”).
As a tool of social engineering, maka hukum bukan hanya
berfungsi sebagai tugas mempertahankan ketertiban atau mempertahankan pola
kehidupan yang ada saja tetapi hukum bersifat lebih dinamis, yaitu sarana untuk
melakukan perubahan-perubahan. Jadi, bukan semata-mata bersifat meneguhkan
pola-pola yang memang telah ada dalam masyarakat melainkan ia berusaha untuk
menciptakan hal-hal atau hubungan-hubungan yang baru.
Dengan fungsi
ini, Roscoe Pound mencoba melukiskan dan menegaskan bahwa tugas social engineering yaitu mengadakan
rumusan-rumusan dan penggolongan atau klasifikasi tentang
kepentingan-kepentingan masyarakat dan mengadakan imbangan antara kepentingan-kepentingan
tersebut akan menghasilkan kemajuan hukum.
Mengenai
kepentingan masyarakat oleh Roscoe Pound dibagi dalam tiga penggolongan utama
yang dilindungi oleh hukum, yaitu :
1. Kepentingan umum yang
meliputi :
a. Kepentingan negara sebagai
badan hukum dengan tugas memelihara kepribadian dan hakekat negara.
b. Kepentingan negara sebagai
pengawas dari kepentingan sosial
2. Kepentingan orang-perorang, yang
meliputi tiga kepentingan, yaitu :
a. Kepentingan kepribadian,
yaitu yang mencakup perlindunganintegritas badaniah kehendak bebas, reputasi,
keadaan pribadi perseorangan, kebebasan untuk memilih agama dan mengeluarkan
pendapat. Kepentingan-kepentingan tersebut juga mencakup peraturan hukum.
Misalnya, 1).
peraturan-peraturan pidana penganiayaan, 2). asas-asas perjanjian atau
batas-batas kekuasaan polisi untuk ikut campur dalam pawai, rapat umum dsb-nya 3). kerahasiaan hak milik.
b. Kepentingan dalam hubungan
rumah tangga, mencakup perlindungan mengenai lembaga perkawinan, perlindungan
mengenai tuntutan-tuntutan terhadap biaya-biaya penghidupan dan hubungan hukum
antara orang tua dan anak (alimentasi).
c. Kepentingan-kepentingan harta
benda, mencakup perlindungan hak milik (eigendom), kebebasan untuk membuat
surat wasiat terhadap ahli warisnya, kebebasan berusaha dan membuat perjanjian.
3. Kepentingan sosial yang utama
ada enam macam, yaitu:
a. Kepentingan mengenai
perlindungan tentang keadaan damai dan ketertiban, kesehatan, keselamatan, dan
keamanan perjanjian dan pendapatan.
b. Keadaan mengenai lembaga-lembaga
sosial yang mencakup perlindungan hubungan-hubungan di rumah dan perlindungan
mengenai lembaga-lembaga politik dan ekonomi yang telah lama diakui dalam
peraturan-peraturan hukum yang menjamin lembaga-lembaga perkawinan atau
melindungi keluarga sevagai suatu lembaga sosial. Dalam rangkaian hubungan
tersebut di atas tadi termasuk juga mengenai keseimbangan antara pentinganya
lembaga perkawinan dengan hak untuk bercerai. Juga adanya keseimbangan antara
per-lindungan lembaga-lembaga agama yang telah mantap dan kebebasab untuk
menganut (agama) yang dikehendaki.
Sedangkan
mengenai kepentingan politik a.l disebut adanya keseimbangan antara jaminan
mengenai hak dan kebebasan untuk berbicara.
c. Kepentingan masyarakat
tentang kesusilaan umum, berupa pembahasan tentang :
1) Ketentuan-ketentuan tentang
korupsi.
2) Perjanjian yang bertentangan
dengan kesusilaan.
3) Ketentuan-ketentuan tentang
tingkah laku orang yang berada di bawah perwalian (curatele).
d. Kepentingan kemasyarakatan
mengenai pemeliharaan sumber-sumber kemsyarakatan. Rumusan yang diberikan
Roscoe Pound, adalah “tuntutan atau keperluan yang diajukan dalam kehidupan
sosial dalam masyarakat beradab agar supaya bahan-bahan keperluan hidup tidak
digunakan dengan boros”. Tercakup di dalam rumusan ini:
1) ketentuan tentang
barang-barang untuk keperluan umum,
2) ketentuan tentang penolakan
untuk memberi perlindungan hukum kepada penyalahgunaan hak (misbruik van recht atau abus de droit (penggunaan sedemikian
rupa sehingga menimbul-kan kerugian hak-hak pihak lain) yang kriterianya adalah
menggunakan atau pemakaian yang tidak masuk akal dan bermaksud merugikan orang
lain.
e. Kepentingan kemasyarakatan
mengenai kemajuan umum, yaitu suatu tuntutan dalam kepentingan kemasyarakatan
dalam suatu masyarakat yang beradab.
Perkembangan kekuatan manusia serta pengawasan manusia terhadap alam
untuk memenuhi keperluan manusia haruslah terus maju dan dikembangkan. Hal ini
akan selalu bertambah dan secara teratur selalu diperbaiki menuju perkembangan
tenaga manusia yang lebih sempurna. Inilah yang oleh Roscoe Pound termasuk ke
dalam kategori politik, yaitu:
1) kebebasan untuk memiliki
sesuatu,
2) kebebasan untuk berdagang dan
perlindungan monopoli,
3) kebebasan untuk mengadakan
usaha industri,
4) kebebasan untuk mengadakan
penemuan-penemuan.
Keempat macam politik di atas dengan sendirinya merupakan jaminan untuk
kemajuan. Jaminan ini tergantung pada asas-asas politik dan ekonomi.
Ditekankannya,
kesempatan haruslah diberikan seluas-luasnya dengan payung lindungan untuk
kritik yang bebas dengan alasan-alasan yang jujur (bertanggung-jawab).
f. Kepentingan kemasyarakatan
dalam kehidupan perseorangan. Dalam kehidupan yang beradab perlu adanya jaminan
terhadap individu untuk memperoleh kesempatan hidup yang layak menurut
ukuran-ukuran yang ditetapkan masyarakat. Hal inidirasakan sebagai kepentingan
utama, yang dapat dilihat dalam perlindungan hukum, misalnya:
1) kebebasan untuk memilih
pekerjaan.
2) kebebasan untuk mendirikan
perusahaan, dll.
Dengan dikemukakannya kedua fungsi dan peranan hukum tersebut di atas,
yaitu fungsi sebagai sarana
mempertahankan stabilitas (sarana social
control) dan/atau sebagai sarana melakukan perubahan masyarakat (sarana social engineering yang secara terinci di tulis di atas)
maka akan timbul pertanyaan apakah kedua fungsi tersebut berjalan sekaligus
atau hanya salah satu saja, dan kapan salah satu di antara keduanya harus di
dahulukan?
Para ahli
hukum terpecah dalam pandangan/pendapat:
1. Terhadap bidang-bidang kehidupan
masyarakat yang sifatnya netral (duniawi/lahiriah) hukum berfungsi sebagai
sarana untuk melakukan perubahan masyarakat.
2. Sedangkan dalam bidang-bidang
kehidupan masyarakat yang sifatnya peka (sensitif dan rohaniah), hukum lebih
befungsi sebagai sarana untuk melakukan peranan sebagai pengendali sosial.
Mengambil dua
macam fungsi hukum tsb di atas maka
dapat dijabarkan fungsi hukum dalam kaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai.
Pendapat yang
diuraikan mengenai rumusan-rumusan dan penggolongan-penggolongan dalam social engineering Roscoe Pound dapat
diibaratkan bahwa hukum dianggap sebagai insinyur dalam mengungkapkan
dasar-dasar pembaruan dalam masyarakat dan menggerakkan kemana masyarakat akan
diarahkan serta bagaimana masyarakat seyogianya diatur. Jadi, hukum berfungsi
sebagai alat untuk mengatur dan mengelola masyarakat.
Mengatur dan
mengelola masyarakat akan membawa kepada pembaharuan-pembaharuan,
perubahan-perubahan struktur masyarakat dan penentuan-penentuan pola berpikir
menurut hukum yang menuju ke arah pembangunan. Hal ini akan menghasilkan
kemajuan hukum, sehingga akan tercapai suatu suasana yang dapat dikategorikan
sebagai masyarakat yang beradab.
Walaupun
pengertian “beradab” mengandung unsur penilaian yang sangat subyektif (karena
tidak mutlak dan harus dilihat dalam dimensi dan konteks kebudayaan dari
masyarakat dan waktu tertentu), namun sebagai suatu pedoman yang ditariknya
secara statistik Roscoe Pound (ditahun 1919) menggariskan bahwa “dalam suatu
masyarakat yang beradab” akan tergambar bahwa:
1. Tiap orang dapat menguasai
tujuan-tujuan yang berfaedah terhadap apa yang mereka temukan, apa yang mereka
ciptakan, apa yang mereka peroleh dalam ketertiban kemasyarakatan dan ekonomi
yang pada waktu itu memegang keuasaan.
2. Tiap orang dapat mengharap
bahwa orang lain tidak akan menyerang dia.
3. Tiap orang dapat berharap
bahwa orang-orang dengan siapa saja mereka
berurusan tentang hubungan-hubungan umum akan bertindak dengan iktikad
baik atau memenuhi janji yang mereka sanggupi; akan menjalankan perusahaan-perusahaan
berdasarkan kesusilaan masyarakat; akan mengganti barang yang sama atas kekhilafan.
Sebagai
kesimpulan dapat dikatakan bahwa dalam masyarakat yang beradab tiap orang boleh
meng-harapkan bahwa mereka yang harus melakukan suatu tindakan atau bertindak
sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan menyebabkan hal-hal yang tidak
diharapkan.
Di dalam
hubungan ini bagaimana seharusnya hukum itu dilaksanakan sehingga “fungsi”
hukum sebagai pengatur dan pengelola masyarakat dapat dicapai dan bagaimana
memelihara keseimbangan dan keselarasan di antara kepentingan masyarakat yang
multi dimensi dan heterogin.
1. Pendapat penganut Aliran Utilitarianisme Sosial.
Ukur lah
berbagai kepentingan itu dengan tujuan hukum. Baik atau buruk bagi masyarakat
itu diukur dengan kegunaannya dalam membantu mencapai kebahagiaan serta
kesejahteraan bagi sebagian terbesar anggota masyarakat (the greatest happiness for the greatest numbers).
2. Pendapat penganut Aliran Neo-Hegelianisme.
Uji lah
tuntutan itu dengan ukuran peradaban, dengan ukuran perkembangan kekuasaan
manusia sampai batas yang paling jauh dari kesanggupanmereka – penguasaan
manusia yang sempurna atas alam, baik atas tabiat manusia sendiri maupun atas
alam di luar dirinya.
3. Pendapat penganut Neo-Kantianisme.
Uji lah
tuntutan itu dengan ukuran dari suatu masyarakat yang terdiri dari manusia yang
mempunyai kebebasan ikhtiar yang dipandang sebagai cita-cita sosial.
4. Leon Duguit.
Uji lah
tuntutan itu dengan ukuran keadaan saling kebergantungan dalam masyarakat (social dependence) dan fungsi sosial.
Kesemua
pendapat di atas mengarah pada fokus yang sama, yaitu keseimbangan dalam
pemeliharaan semua kepentingan dan memenuhi semua kebutuhan, tuntutan serta
pengharapan dalam kehidupan masyarakat yang beradab.
Pertimbangan
apa yang dipakai dan bagaimana caranya?
Dengan
memberikan efek kepadanya sebanyak kesanggupan kita dengan pengorbanan yang
paling sedikit, sejauh kebutuhan masyarakat itu mungkin dapat dipuaskan atau
diberi efek tuntutan dengan suatu “penertiban” terhadap kelakuan-manusia
melalui masyarakat yang diatur secara kenegaraan.
Karenanya,
suatu usaha yang tidak kenal lelah dan berkelanjutan dalam skala yang semakin
meluas untuk mengakui dan memuaskan kebutuhan, tuntutan, keinginan manusia
melalui perantaraan (media) pengawasan sosial; suatu usaha yang efektif
menjamin kepentingan masyarakat; usaha yang secara kontinuitas dan semakin
lengkap dan efektif menyingkirkan pemborosan serta mencegah timbulnya
perselisihan yang tidak berguna.
Akhirnya dapat
di garis bawahi bahwa ajaran Roscoe Pound bergerak dalam 3 (tiga) lingkup/
dimensi utama:
1. Bahwa hukum benar-benar
berfungsi sebagai alat untuk mengatur dan mengelola masyarakat dengan
2. Diimbangi pemenuhan terhadap
kebutuhan atau kepentingan-kepentingan masyarakat, serta
3. Adanya pengawasan guna
memelihara dan melanjutkan peradaban manusia.
Pandangan dan
pendapat seperti yang diwakili oleh Roscoe Pound tersebut di atas tadi secara
umum dianut oleh pemuka-pemuka dari aliran filsafat hukum modern yang pada
umumnya dan secara garis besar menginsafi adanya perkembangan dan perubahan
dalam masyarakat dan adalah tanggung jawab para sarjana hukum untuk membina
hubungan timbal balik antara hukum dan perubahan masyarakat itu. Di lain pihak
mereka {para pemuka dari aliran filsafat hukum modern) tetap menganut doktrin
yang diajarkan oleh aliran positivisme
hukum yakni harus tetap menjaga netralitas (tidak memihak) di bidang
politik. Ini berarti harus mengadakan imbangan antara kepentingan-kepentingan
yang saling ber-tentangan (in terms of
balance between conflicting interests) dalam asasnya adalah sama nilainya
dan karenanya menemukan persesuaian yang tepat diambil dari fakta-fakta dan
keadaan-keadaan dari masalah yang dihadapinya.
Di Jerman
(Ehrlich, Kantorowicz) dalam tahun 1906 telah mengawali pemikiran dan
pendekatan hukum secara yang senafas dengan social
engineering, yang intinya menyerang cara penafsiran (menafsirkan) hukum
yang pada umumnya dipergunakan pada waktu itu, yaitu penafsiran hanya secara
analitis saja. Aliran/mashab yang kemudian dikenal sebagai interessenjurisprudenz Jerman menyimpulkan bahwa adalah tidak
mungkin untuk menguasai dan mengatur segala aspek dari kehidupan manusia dan
masyarakat dengan sempurna. Apa yang
maksimal dapat dilakukan oleh pembuat undang-undang untuk melaksanakan
kehendaknya dan memenuhi cita-cita masyarakat adalah apabila kepada setiap
hakim tidak hanya merupakan sebuah
“mesin” yang bekerja menurut ketentuan-ketentuan “mekanik” logika
semata. Apa yang diperlukan oleh hukum dan kehidupan masyarakat adalah seorang
hakim yang membantu pembuat undang-undang dengan menggunakan pikirannya, yang
tidak hanya memfokuskan perhatiannya pada kata-kata dan perintah-perintah, akan
tetapi menyelami kemauan pembuat undang-undang dan menggunakan nilai-nilai hukum,
mengenai keadaan-keadaan yang tidak diatur secara khusus, yaitu dengan
menyelidiki sendiri kepentingan-kepentingan yang terkait dalam masalah. Adalah
tugas ilmu hukum untuk memudahkan pekerjaan hakim, yaitu dengan mengadakan
penyelidikan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan hukum serta
keadaan kehidupan yang ada sangkut pautnya dengannya”.
Tugas ilmu
hukum yang terpenting adalah mengadakan imbangan antara kepentingan-kepentingan
yang berseberangan itu dan dengan demikian secara teoritis dapat lah
dipertahankan sifat “netral” di bidang politik (sebagai yang dianut ilmu hukum
dan filsafat hukum modern=doktrin netralitas dari positivisme hukum).
Dalam usaha
pencarian keseimbangan antara kepentingan-kepentingan (ini adalah tugas utama
dari hakim dan ilmu hukum) maka kepentingan yang harus dicari keseimbangannya
itu bukan hanya kepentingan-kepentingan perorangan tetapi juga
kepentingan-kepentingan umum. Juga bukan hanya merupakan kepuasan materiel
tetapi juga kepentingan rohaniah.
Karenanya, Ilmu hukum yang hanya
memandang sistem hukum sebagai suatu tatanan peraturan yang tersusun secara
logis-konsisten-tertutup, pemikirian tentang hukum yang lebih melihat ke dalam (inward looking), yang memandang hukum
hanya sebagai sistem kaidah yang penganalisisannya terlepas dari landasan
kemasyarakatan adalah ilmu hukum yang lebih mengarahkan pada pola “problem solving” yang hanya akan
menghasilkan kemahiran sebagai “tukang”. Kemahiran ahli hukum semacam ini hanya
cocok bagi masyarakat yang sudah mapan-stabil, dimana kemahiran dan
kemampuannya hanyalah berlandaskan pada penafsiran analitis dan menerapkan
aturan hukum positif.
Daftar Pustaka
T.O. Ihromi,
1978
Antropologi Dan Hukum, Yayasan
Obor Indonesia, Jakarta
2001
Antropologi Hukum, Sebuah Bunga Rampai, Yayasan Obor, Jakarta.
Theo
Huijbers, DR
1982
Filsafat Hukum Dalam Lintasan
Sejarah, Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Soeryono
Soekanto, SH, MA, Dr
1982 Mengenal Antropologi Hukum, Penerbit Alumni, Bandung.
Comments
Post a Comment