Hasil Pemikiran Para Sosiolog mengenai Hukum
Emile
Durkheim (1858-1917)
Ia
seorang Perancis yang memperkembangkan sosiologi dengan ajaran-ajaran yg
klasik. Di dalam teori-teorinya tentang masyarakat , Durkheim menaruh perhatian
yang besar terhadap kaidah-kaidah hukum yang dihubungkan dengan jenis-jenis
solidaritas yang dijumpai dalam masyarakat.
Di
dalam masyarakat menurutnya, dapat
diketemukan 2 macam kaidah hukum , yaitu :
a.
Hukum yang represif
b.
Hukum yang
restitutif.
Hukum
yang represif adalah kaidah-kaidah hukum
yang sanksi-sanksinya mendatangkan penderitaan bagi mereka yang melanggar kaidah-kaidah hukum yang
bersangkutan. Sanksi kaidah-kaidah hukum tersebut berkaitan hari depan dan
kehormatan seorang warga masyarakat atau bahkan merampas kemerdekaan dan
kenikmatan hidupnya. (hukum pidana)
Hukum
yang restitutif adalah kaidah hukum ini tujuan utamanya tidaklah perlu
semata-mata mendatangkan penderitaan pada mereka yang melanggar, tapi adalah
untuk mengembalikan kaidah pada situasi semula (pemulihan keadaan), sebelum
terjadi kegoncangan sbg akibat dilanggarnya suatu kaidah hukum. Kaidah-kaidah
tersebut mencakup hukum perdata, hukum dagang, hukum acara, hukum administrasi
dan hukum Negara.
Solidaritas
yang diuraikan oleh Durkheim meliputi :
a.
Mechanical Solidarity (solidaritas mekanis)
b.
Organic Solidarity (organis solidarities).
Solidaritas
mekanis dapat dijumpai pada masyarakat-masyarakat yang secara relatif sederhana
dan homogen. Hal ini disebabkan oleh karena keutuhan masyarakat –masyarakat
tersebut dijamin oleh hubungan antar manusia yang erat serta adanya tujuan
bersama.
Solidaritas
organis terdapat pada masyarakat-masyarakat yang lebih modern, lebih kompleks,
yaitu masyarakat-masyarakat yang ditandai oleh pembagian kerja yang kompleks.
Perbedaannya,
Pada masyarakat-masyarakat dimana mechanical
solidarity berkembang, hukumnya bersifat pidana dan represif. Hal ini
disebabkan oleh karena pelanggaran dan kejahatan dianggap sbg tindakan yang
mencemarkan keyakinan bersama.
Teori
Durkheim menghubungkan hukum dg struktur sosial, hukum dipergunakan sbg suatu
alat diagnose utk menemukan syarat2x structural bagi perkembangan soilidaritas
masy.
Max Weber
(1864-1920)
Ia
seorang Jerman, latar belakang pendidikannya di bidang hukum. Ajaran-ajaran Max
Weber tentang sosiologi hukum sangat
luas , secara menyeluruh ditelaahnya hukum-hukum Romawi, Jerman, Perancis,
Anglo Saxon, Yahudi, Islam dll. Juga mempelajari pengaruh politik, agama dan
ekonomi terhadap perkembangan hukum, serta juga pengaruh dari teo ritikus hukum,
praktisi hukum.
Max
Weber berusaha mengemukakan beberapa perbedaan dalam hukum yang masing-masing
mempunyai kelemahan-kelemahan, yaitu :
a.
Perbedaan antara
hukum publik dengan hukum perdata.
Menurutnya, hukum publik adalah kaidah-kaidah yang
mengatur aktivis-aktivis Negara, sedangkan hukum perdata mengatur
kegiatan-kegiatan lain yang bukan merupakan aktivitas Negara. Dan hukum
publik merupakan kaidah-kaidah yang
berisikan instruksi-instruksi tentang tugas-tugas pejabat-pejabat Negara.
b.
Perbedaan antara hukum
positif dengan hukum alam.
Apabila seseorang berpegang pada definisi sosiologi
sebagai suatu ilmu yang menelaah fakta sosial, maka perhatiannya hanya terpusat
pada hukum positif. Akan tetapi, seorang
sosiolog tak mungkin melepaskan diri dari kenyataan bahwa hukum alam dapat
memberi petunjuk pada latar belakang tingkah laku manusia.
c.
Perbedaan antara
hukum obyektif dengan hukum subyektif.
Hukum obyektif dimaksudkan sebagai keseluruhan
kaidah-kaidah yang dapat diterapkan secara umum terhadap semua warga
masyarakat, sepanjang mereka tunduk pada suatu system hukum umum. Sedangkan
hukum subyektif mencakup kemungkinan-kemungkinan bagi seorang warga masyarakat untuk meminta bantuan
kepada alat-alat pemaksa agar kepentingan-kepentingan
material dan spiritualnya dapat dilindungi.
d.
Perbedaan antara
hukum formal dengan hukum material.
Hal ini lebih penting, karena secara langsung merupakan
syarat-syarat bagi proses rasionalisasi hukum. Dengan hukum formal dimaksudkan
sebagai keseluruhan system teori hukum, yang aturan-aturannya didasarkan hanya
pada logika hukum, tanpa
mempertimbangkan lain-lain unsur di luar hukum. Sebaliknya, hukum material
memperhatikan unsur2x non yuridis seperti nilai2x politis, etis, ekonomis atau
agamis.
Atas
dasar penjelasan di atas, disimpulkan bahwa rasionalnya hukum dapat bersifat
formal dan material yang berarti bahwa hukum tak mungkin sempurna oleh karena
semua pertentangan hukum bersumber pada pertentangan kedua jenis hukum tadi yang tidak terpecahkan. Kepastian dan
keadilan dapat berfungsi sebagai kriteria tindakan hukum, dan kedua-duanya
dapat bersifat sewenang-wenang ,
Irrasional
maupun rasional. Jelaslah bahwa keadilan material semata-mata dapat
mengakibatkan ketiadaan hukum. Sebaliknya suatu keadilan formal yang murni,
yang sama
sekali
tidak memakai pertimbangan di luar hukum, sama sekali tidak ada.
Soepomo
(1903-1958)
Ia
seorang sarjana hukum adat yang terkemuka di Indonesia. Ajaran2xnya mengandung
aspek2x sosiologi hukum terutama terhimpun dalam buku tentang hukum adat.
Dalam
bukunya diuraikan pendapat2x tentang system hukum adat, peradilannya, tata
susunan masyarakat Indonesia dan tentang hukum adat waris.
Menurutnya,
sesuatu peraturan hukum adat adalah tampak dlm putusan(penetapan) petugas
hukum, misalnya putusan kumpulan desa, putusan kepala desa, putusan hakim
perdamaian desa, putusan pegawai agama dsb. Setiap petugas dalam memelihara
atau menegakkan hukum harus mempertimbangkan sikap penduduk dlm hidupnya
sehari2x guna mendptkan keterangan dg penyelidikan setempat , menyelidiki
kenyataan sosial (social reality) dlm
menentukan keputusan.
Sangat membantu, terimakasih
ReplyDelete