Hukum Acara



Hukum acara ialah keseluruhan peraturan- peraturan yang mengatur bagaimana cara memelihara dan mempertahankan hukum materiil.

Hukum Acara terdapat 2 jenis, yaitu Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana.

Hukum Acara Perdata adalah peraturan- peraturan yang memuat bagaimana cara orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan bagaimana cara pengadilan itu harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan- peraturan hukum perdata.

Hukum Acara Pidana adalah rangkaian peraturan- peraturan yang memuat bagaimana cara badan- badan pemerintahan yang berkuasa, seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan Negara dengan mengadakan Hukum Pidana.

Hukum Acara bersumber pada 3 kodofikasi hukum, yaitu
1.  Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering (Brv)
Hal ini dimuat dalam Stb. 1674 Nomor 52, mulai berlaku sejak tanggal 1 mei 1848, dan merupakan reglement yang berisikan ketentuan- ketentuan  hukum acara perdata yang berlaku khusus bagi golongan Erofa dan yang dipersamakan dengannya. Brv ini sekarang sudah tidak berlaku lagi.
2.  Herziene Inlands Reglement (HIR)
HIR berasal dari IR (Inlandsche Reglement) yang dimuat dalam Stb. 1848 nomor 16 jo. 57. IR dirubah dan diperbaharui menjadi HIR tahun 1941 dan dimuat dalam Stb. 1941 Nomor 44. HIR diperuntukan bagi golongan Bumi Putera dan Timur Asing  untuk daerah Jawa dan Madura, dan berdasarkan UU no. 1 Drt. 1951, dalam pasal 6 ayat 1 dinyatakan bahwa HIR dipakai sebagai pedoman untuk seluruh daerah Republik Indonesia. Namun ketentuan ini tidak berlaku lagi setelah adanya UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ( LNRI Tahun 1981 No. 76).
3.  Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg)
RBg ditetapkan dalam pasal 2 Ordonansi 11 mei 1972 Stb. 1927 no. 277 dan mulai berlaku tanggal 1 juli 1927. Rbg ini semula juga berisikan aturan- aturan mengenai acara perdata dan acara pidana, sebagai pengganti dari berbagai peraturan berupa reglement yang tersebar dan berlaku hanya untuk daerah diluar Jawa dan Madura. 

 Sumber :
Pengantar Hukum Indonesia – Subandi Al Marsudi, S.H., MH.

Comments