Dasar Hukum berlakunya Hukum Adat



A.  Landasan Sosiologis
Sebelum Inodonesia dijajah Belanda, wilayah Inodonesia terdiri dari beberpa kerjaan kecil dan besar. Pada saat itu, kehidupan masyarakat pada masing-masing kerajaan itu, diatur hanya dengan menggunakan hukum adat, karena dalam hidup bermasyarakat  pasti diperlukan adanya hukum guna memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya. Jadi pada masa ini landasan berlakunya hukum adat adalah landasan sosiologis, yakni kebutuhan hidup masyarkat yang memerlukan hukum adat.

Setelah Indonesia dijajah Belanda dan akhirnya merdeka, yang menjadi unsur utama WNI ialah masyarakat pribumi, maka walaupun sudah berubah status menjadi WNI, hukum adat mereka mengikuti subyeknya; sehingga dewasa ini landasan sosiologis berlakunya hukum adat masih tetap ada, yakni kebutuhan masyarakat hukum adat itu sendiri yang memerlukan hukum adat.

B.  Landasan Yuridis Formal
Perundangan dan keputusan masyarakat yang berkaitan dengan hukum adat :
1.  Pasal 11 AB (1848), Pasal 75 RR Lama (1854) dan RR Baru (1920);
Selama Gubernur Jendral tidak memberlakukan huku perdata dan dagang Eropa, bagi masyarakat Bumi Putra tetap berlaku godsdientigeweten volks instellingen en gebruiken. (Aturan Agama, lembaga rakyat, dan kebiasaan mereka). Dipakai isteilah godsdientigeweten, karena pengaruh dari ajaran Receptio in complexu dari Van Den Berg yang memandang kitab suci sebagai undang-undang.
2.  Pasal 131 IS (1926);
Bagi golongan Bumi Putra berlaku het hunne godsdienten en gebruike. (aturan agama dan kebiasaan-kebiasaaan mereka).
3.  Keputusan Rapat  Pemuda Indonesia (1928),
di samping mengakui : bertanah air yang satu, tanah Indonesia; berbangsa yang satu, bangsa Indonesia dan menjunjung bahaswa persatuan, bahasa Indonesias; juga mengeluarkan keyakinan bahwa Persatuan Indonesia diperkuat oleh dasar persatuannya, kemauan, sejarah, hukum adat, pendidikan dan kepanduan.                            

Setelah Merdeka
1.  Pasal II  (I setelah amandemen) Aturan Peralihan UUD 1945 (sebelum amandemen).
Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung  berlaku sebelum diadakan yang baru menurut UUD ini. Pasal 11 AB, 75 RR, dan 131 IS tetap berlaku.

2.  Penjelasan Umum Angka I UUD 1945
UUD suatu negara hanay sebagian dari hukum dasar negara itu. UUD ialah hukum dasar yang tertulis sedangkan di sampingnya berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis. Untuk meneyelidiki hukum dasar, tidak cukup hanaya menyelidik pasal2 UUD saja, tetapi harus meneyelidiki pula parakteknya dan suasana kebatinannya. Untuk mengerti maksud sungguh2 UUD, kita harus mempelajari juga bagaimana terjadinya teks itu dan dalam suasana apa  teks itu dibuat.
Berdasarkan pasal ini, kita harus memperhatikan sejarah perjuangan kemerdekaan RI, termasuk Sumpah Pemuda yang menginginkan Hukum Adat sebagai Dasar Persatuan RI dan merupakan sumber utama Hukum Nasional Indonesia.

3.  Pasal 18 B ayat 2 UUD 1945 Negara mengakui dan menghormati kesatuan2 masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya, sepanjang masih hidup, sesuai dengan perkembangan masyarakat, dan prinsip NKRI yang diatur dalam UU.

4.  Pasal 146 Ayat 1 Konstitusi RIS;
Segala keputusan hakim harus bersisi alasan2-nya, dan dalam perkara hukuman harus menyebut aturan-aturan UU dan aturan hukum adat yang dijadikan dasar hukuman itu.

5.  Pasal 104 ayat 1 UUDS 1950 (Hukum adat dan Peradilan Adat diakui);
Isinya sama dengan Pasal 146 Konstitusi RIS.

6.  Pasal 5 UUPA, Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa  ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosioalime Indonesia serta dgn peraturan yang tertulis dalam UU ini dan peraturan per-uu-an lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsure-unsur yang bersandar pada hukum agama.

7.  Pasal 3 jo. Pasal 17 UU N0.19/1964 (UUPKK, Hukum yang dipakai ialah hukum yang bedasrkan Pancasila, yaitu hukum yang sifat2-nya berakar pada kepribadian bangsa. Pasal 17 (2). Peradilan menggunakan hukum tertulis dan tidak tertulis. Penjelasan Umum : Tidak ada tempat peradilan adat dan swapraja, pelaksanaan hukum adat dipindah ke peradilan negara.

8.  Pasal 23 ayat 1 dan Pasal 27 UUPK No.14/1970); menjadi Pasal 24 dan 28 UUPK No. 4/2004
Dalam kedua UU ini kebijaksanaan bahwa peradilan hanya peradilan negara dilanjutkan.
Pasal 23 UU 14/70 / Pasal 24 UU 4/2004 : Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan2 dan dasar2 putusan itu, juga harus memuat passal2 tertentu dari per uu an atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
Pasal 27 UU 14/70 /Pasal 28 UU 4/2004 : hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, memahami dan mengikuti nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.
hukum tak tertulis + nilai-nilai hukum yang hidup  ialah hukum adat.

9.  Pasal 18 UUD 1945; Pembagian daerah Ind … dengan UU dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan dan hak2 asal usul dalam daerah yang bersfat istimewa,
Penjelasan : Dalam teritori Ind. Terdapat lk. 250 zelfbesturende landschapen dan volksgemeenschappen, seperti desa di Jawa dan Bali, nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dsb.
Pasal 18 B (2) UUD 45 setelah amandemen : Negara mengakui dan menghormati kesatuan2 masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, yang diatur dalam UU.

10.         Pasal 1 (o) UU No No. 22/1999 /  Pasal 1 angka (12) UU No. 32/2004, desa yang disebut dengan nama lain (nagari di Minangkabau) adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan asal usul dan adat istiadat setempat  diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam pasal ini nagari sebagai persekutuan hukum adat di Minangkabau diakui dan dihormati sebagai pelaksana pemerintahan RI.
Penjelasan Umum angka 10. : landasan pengaturan adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. UU ini akui otonomi desa/nagari dan kepada pemerintah desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari Pemerintah/ Pemda untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Desa dapat pula dibentuk di kota

C.   Landasan Filosofis Berlakunya Hukum Adat
1.  Aliran Sosiologis Mengenai Hukum dari Von Savigny
Hukum ini tidak dibuat, tetapi hukum adalah menifestasi dari volksgeist (jiwa rakyat) yang berkembang sesuai dengan sejarah perkembangan masyarakat yang bersangkutan. Setiap masyarakat mempunyai jiwa sendiri2 yang berbeda dengan masyarakat lainnya, sehingga hukum pada masyarakat tertentu tidak dapat diterapkan begitu saja kepada masyarakat yang lainnya.

2.  Pancasila Sebagai Filsafat Hidup Masyarakat Indonesia           Pasal 3 UU No.19/64 UUPKK, hukum yang dipaka di Ind ialah hukum yang berdasarkan Pancasila. Dalam penjelasan disebut bahwa hukum Pancasila itu terdiri dari hukum yang tertulis dan tidak tertulis.

Menurut Prof. Mubiarto, SH, hukum adat ialah hukum Pancasila. Sepanjang menyangkut hukum, Pancasila itu merupakan kristalisasi dari hukum adat yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. 

1.  Hak ulayat dan yang serupa itu dari masyarakat hukum adat (untuk selanjutnya disebut hak ulayat), adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun menurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.
2.  Tanah Ulayat : Tanah ulayat adalah bidang tanah yang diatasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu.
3.  Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.

Wilayah Hukum Adat (Adatrecht kringen)

Adalah suatu wilayah yang garis-garis besar, corak dan sifat hukum adat yang berlaku seragam
Ciri : Bahasa Daerah; Sistem Kekerabatan; Sistem Perkawinan; Sistem Pemerintahan
1. Aceh; 2. Tanah Gayo, Alas, Batak, Nias; 3. Daerah Minangkabau Beserta Mentawai ; 4. Sumatera Selatan; 5. Daerah Melayu (Sumtim, Jambi dan Riau); 6. Bangka dan Belitung; 7. Kalimanatan; 8. Minahasa; 9. Gorontalo; 10. Daerah Toraja; 11. Sulawesi Selatan; 12. Kepulauan Ternate; 13. Maluku, Ambon; 14. Irian; 15. Kepulauan Timor; 16. Bali dan Lombok serta Sumbawa Barat; 17. Jawa Tengah dan Timur serta Madura; 18. Daerah Swapraja (Surakarta dan Yogyakarta); 19. Jawa Barat

Kukuban Hukum : Tiap Wilayah Hukum Adat dibagi atas kukuban hukum, yakni wilayah yang corak dan sifat hukum adatnya seragam. Contoh : Jawa Barat terdiri dari Betawi, Banten, Priangan, dan Cirebon. MInangkabau : Darek (Luhak Nan Tigo) dan Rantau

Masyarakat Hukum Adat (Adat Recht Gemeenschap)
Sekelompok orang yang merasa sebagai suatu kesatuan, baik karena keturunan maupun tempat tinggal dan kepentingan, mempunyai organisasi yang jelas dengan pimpinannya; dan harta kekayaan sendiri baik tanah maupun bukan tanah, berujud dan tak berujud serta berwenang mengurus kepentingan sendiri.

Comments

Post a Comment